Salat Tarawih Cepat atau Lambat, Mana yang Sunah ?
PEKALONGAN MEDIA - Kedatangan bulan suci Ramadhan disambut dengan gembira oleh setiap kaum muslimin. Dari mulai kanak-kanak hingga orang tua bersiap siap melakukan ibadah dengan penuh semangat untuk meraih ridho Allah Swt.
Salah satu ibadah malam bulan Ramadhan yang rutin dilaksanakan yaitu salat tarawih. Namun, sebagaimana yang telah kita ketahui bersama bahwa akhir akhir ini terdapat dua tipe salat tarawih, ada yang cepat dan ada yang lambat.
Lantas, bagaimana pandangan Islam terkait hal tersebut? serta mana yang sesuai dengan sunah? Simak penjelasannya berikut ini.
Tarawih dalam bahasa arab merupakan jamak dari kata tarwihatun تَرْوِيْحَةٌ yang artinya istirahat. Dalam melaksanakan suatu ibadah tentu Islam mengatur sedemikian rupa tata cara atau aturan mainnya termasuk syarat-syarat dan rukun yang masuk dalam pembahasan fiqh, tak terkecuali salat tarawih. Jika kita memperhatikan fenomena tarawih saat ini, tentu jawaban yang paling sesuai adalah dengan melakukan kajian fikihnya.
Pertama, kita akan bahas tentang rukun dari salat tarawih. Menurut ulama mazhab syafi’i, rukun salat ada 17 sebagaimana yang dijelaskan dalam kitab Safinatun najah karya Syekh Salim Al Hadromi, salah satu dari rukunnya yaitu tuma’ninah atau berdiam diri sejenak dalam ruku, i’tidal, sujud, serta duduk diantara dua sujud. Selain itu bacaan Surat Al-Fatihah juga menjadi salah satu rukun yang wajib untuk dilakukan. Tentu saja dengan bacaan yang tartil dan sesuai tajwid.
Kedua, Dalam suatu hadis diterangkan agar seorang imam melihat kondisi ma’mum yang ada dibelakangnnya. Hadis tersebut berbunyi:
حَدَّثَنَا جَابِرُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّ مُعَاذَ بْنَ جَبَلٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ كَانَ يُصَلِّي مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ يَأْتِي قَوْمَهُ فَيُصَلِّي بِهِمْ الصَّلَاةَ فَقَرَأَ بِهِمْ الْبَقَرَةَ قَالَ فَتَجَوَّزَ رَجُلٌ فَصَلَّى صَلَاةً خَفِيفَةً فَبَلَغَ ذَلِكَ مُعَاذًا فَقَالَ إِنَّهُ مُنَافِقٌ فَبَلَغَ ذَلِكَ الرَّجُلَ فَأَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا قَوْمٌ نَعْمَلُ بِأَيْدِينَا وَنَسْقِي بِنَوَاضِحِنَا وَإِنَّ مُعَاذًا صَلَّى بِنَا الْبَارِحَةَ فَقَرَأَ الْبَقَرَةَ فَتَجَوَّزْتُ فَزَعَمَ أَنِّي مُنَافِقٌ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا مُعَاذُ أَفَتَّانٌ أَنْتَ ثَلَاثًا اقْرَأْ وَالشَّمْسِ وَضُحَاهَا وَسَبِّحْ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى وَنَحْوَهَا
Artinya: Telah menceritakan kepada kami (Amr bin Dinar) Jabir bin Abdullah bahwa Mu'adz bin Jabal RA pernah shalat (di belakang) Rasulullah SAW, kemudian dia kembali ke kaumnya untuk mengimami shalat bersama mereka dengan membaca surat Al-Baqarah, Jabir melanjutkan, maka seorang laki-laki pun keluar (dari shaf) lalu ia shalat dengan shalat yang agak ringan, ternyata hal itu sampai kepada Mu'adz, ia pun berkata,
“Sesungguhnya dia adalah seorang munafik.” Ketika ucapan Mu'adz sampai ke laki-laki tersebut, laki-laki itu langsung mendatangi Nabi SAW sambil berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami adalah kaum yang memiliki pekerjaan untuk menyiram ladang, sementara semalam Mu'adz salat mengimami kami dengan membaca surat Al-Baqarah, hingga saya keluar dari shaf, lalu dia mengiraku seorang munafik.”
Nabi SAW bersabda, "Wahai Mu'adz, apakah kamu hendak membuat fitnah?” Beliau mengucapkannya tiga kali. “Bacalah Was syamsi wadhuāhā dan wasabbihisma rabbikal a'la atau yang serupa dengannya."
Hadis diatas menunjukan bahwa seorang imam hendaknya meringankan salat mereka. Selain itu, Rasul menyarankan agar membaca surat Al A’la atau Asy Syams atau yang setara dengannya. Hal yang perlu ditekankan yaitu tidak ada kata cepat yang ada hanyalah karena yang dibaca surat Al Baqarah tentu wajar saja jika Rasul menegurnya.
Ketiga, persoalan tarawih cepat atau lambat tentu didasarkan pada kebiasaan masyarakat setempat. Jika lingkungannya memang terbiasa membaca surat panjang dan nyaman maka boleh boleh saja, begitu pula sebaliknya. Sebagaimana kaidah dalam ushul fiqh yakni al ‘adatu muhakkamah (adat kebiasaan baik yang tidak bertentangan dengan syariat bisa menjadi hukum)
Keempat, terdapat ayat Al Quran tentang tawasuth (sikap pertengahan) umat Islam yaitu:
وَكَذٰلِكَ جَعَلْنٰكُمْ اُمَّةً وَّسَطًا لِّتَكُوْنُوْا شُهَدَاۤءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُوْنَ الرَّسُوْلُ عَلَيْكُمْ شَهِيْدًاۗ
Artinya: Dan demikianlah kami telah menjadikan kalian umat yang pertengahan agar kalian menjadi saksi atas manusia dan agar Rasul menjadi saksi atas kalian (Q.S Al Baqarah Ayat 143)
Ayat diatas menunjukan sikap orang muslim apabila menghadapi persoalan, maka mereka hendaknya mengambil jalan tengah (tawasuth), tak terkecuali dalam hal salat tarawih tempo cepat atau lambat.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka kita sebagai orang muslim hendaknya mengambil jalan tengah (tawasuth) yakni dalam menjalankan salat tarawih harus memenuhi rukun serta aturan mainnya, selain itu imam juga harus melihat kondisi makmum, apalagi di Indonesia yang sudah menjadi kebiasaan membaca surat pendek ketika salat.
Adapun terkait tempo cepat atau lambat, maka kita sebaiknya mengambil yang pertengahan saja, dalam artian tidak terlalu cepat sampai mengabaikan rukunnya, juga tidak terlalu lambat sampai makmumnya lari dan tidak betah. Hal yang juga tidak kalah penting yakni jangan sampai persoalan tempo cepat atau lambat menjadikan kita tidak memperoleh esensi dari salat itu sendiri. Wallahu a’lam.
Penulis : Puji Roudlotul Adni (Mahasiswa PAI UIN Gusdur Pekalongan)
Belum ada Komentar
Posting Komentar